Pembalut Anion Surabaya -Dengan aneka kosmetik yang disapukan di wajah dan kulit tubuhnya, seorang perempuan tampil menawan. Namun ternyata di balik kecantikan itu, ada ratusan bahan kimia yang ikut menempel di tubuh.
Itulah temuan studi yang dilakukan oleh perusahaan deodoran alami, Bionsen, di Inggris. Penelitian itu menyatakan bahwa rata-rata wanita mengoleskan lebih dari 500 bahan kimia di tubuhnya setiap hari selama melakukan rutinitas kecantikan.
Sementara itu penelitian baru yang dilakukan oleh University of California, Berkeley, menemukan bahwa lipstik dapat mengandung sembilan logam yang berbeda. Jika digunakan dua kali sehari, maka kandungan aluminium, kadmium dan mangan melebihi 20 persen asupan harian yang dapat diterima seseorang (ADI).
Bayangkanlah bahan kimia seperti kromium, logam yang dikaitkan dengan tumor perut, dengan kuantitas melebihi ADI memapar tubuh Anda. Semakin sering digunakan maka kandungan kimia dalam kosmetik akan meningkat hingga di atas ADI.
"Penemuan kandungan logam bukan masalah. Yang menjadi masalah adalah levelnya," kata peneliti Katharine Hammond seperti dikutip dari News Limited Network, Selasa (11/6/2013).
Katharine khawatir beberapa logam beracun dengan level tinggi yang terdapat dalam kosmetik akan menimbulkan efek kesehatan yang dirasakan bertahun-tahun mendatang. Apalagi paparan bahan kimia berlebihan telah lama diketahui terkait dengan toksisitas pada sistem saraf dan kanker.
"Selama bertahun-tahun kami telah memperingatkan kemungkinan efek samping dari paraben (pengawet sintetis yang biasa digunakan untuk pasta gigi dan shampoo) dan natrium lauril sulfat (kandungan untuk menciptakan busa)," ujar Katharine.
Sementara itu menurut Jorge Larranaga, petugas sertifikasi senior di Australian Certified Organic, beberapa perusahaan kosmetik alami telah banyak yang membuat daftar bahan kimia sintetis berbahaya yang tidak digunakan dalam produknya. Bahan-bahan itu misalnya paraben, sulfat, pemberi aroma atau warna sintetis, TEA, DEA, silikon, dan lainnya.
Meski ada daftar bahan yang diklaim tidak digunakan, hal itu bukan berarti produk tersebut bebas dari zat kimia sintetis. Mungkin saja produk tersebut hanya bebas dari bahan-bahan yang dikenal konsumen, namun ternyata ada kandungan berbahaya yang bersembunyi di balik klaim alamiah.
"Tidak ada standar dari Australia untuk mendefinisikan kosmetika alami," ujar Australian Society of Cosmetic Chemists (ASCC).
Dalam beberapa produk, paraben memang digunakan dan merupakan bahan yang telah diakui. Bahan ini dianggap aman karena tidak bisa diserap tubuh, hingga muncul studi dari University of Reading di Inggris. Pada saat peneliti melakukan penelitian tumor payudara manusia, mereka menemukan di hampir setiap orang terdapat jejak paraben. Akhirnya diketahui bahwa paraben meniru hormon estrogen, yang dikhawatirkan memiliki kaitan dengan kanker payudara dan masalah kesuburan.
Masalah serupa muncul terkait nanopartikel emas. Nanopartikel emas ditengarai memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat membantu mencegah penuaan. Sebagaimana paraben, nanopartikel emas dianggap tidak berbahaya.
Namun studi terbaru yang dilakukan oleh Stony Brook University di New York menemukan bahwa nanopartikel emas terakumulasi dalam sel induk yang pada akhirnya bisa mempercepat penuaan dan kerutan, memperlambat penyembuhan, dan menyebabkan terjadinya diabetes.
Juru bicara Bionsen, Charlotte Smith, mengatakan ada perubahan dalam dunia kecantikan. Jika sebelumnya banyak kalangan yang hanya perlu mencuci wajah dan langsung pergi, saat ini banyak yang lebih lama duduk di depan cermin untuk manikur dan memakai bulu mata palsu.
"Banyak teknologi tinggi, kosmetika generasi baru, serta perawatan kecantikan yang menakjubkan namun mengandung banyak bahan kimia demi mendapatkan hasil yang lebih baik. Ini artinya perempuan membawa lebih banyak bahan kimia daripada sebelumnya," terang Charlotte.
Lalu kosmetik seperti apa yang harus dipakai? Jorge Larranaga menyarankan agar para perempuan memilih kosmetik organik. Selain itu perlu diatur bahwa hanya proses kimiawi yang ringan saja dalam produksi yang diperbolehkan. Bahan pembuat kosmetiknya juga harus aman, berdasar dari literatur ilmiah yang tersedia, serta bebas dari modifikasi material secara genetis.